Listrik bukan sarana untuk bermain-main, kematian akibat tersetrum listrik sudah hal yang umum di masyarakat. Di beberapa negara, Listrik bahkan secara sengaja dimanfaatkan untuk tujuan mengakhiri nyawa. Cedera listrik dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer menyebabkan kerusakan jaringan yang diakibatkan langsung oleh tegangan listrik. Cedera sekunder seperti jatuh, pernapasan terganggu, hingga serangan jantung. Namun, manusia memiliki resistensi untuk melindungi tubuh dari listrik. Hanya dalam batas tertentu saja. Ini karena sebanyak 99% resistor pada tubuh manusia berada dalam kulit. Lapisan kulit luar paling banyak berfungsi sebagai resistor karena mengandung lapisan tebal dari sel-sel kulit mati di startum korneum. Resistensi pada lapisan kulit luar akan rusak ketika mendapat tegangan listrik sebesar 500 volt lebih. Kondisi ini kemudian menyebabkan daya tahan tubuh terhadap arus listrik melemah. Sehingga tegangan listrik yang masuk akan mengalami peningkatan jumlah arus.
Untuk dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan cedera tubuh, listrik yang mengaliri tubuh harus bertemu dua titik kontak yang berada pada tegangan berbeda. Biasanya titik kontak yang digunakan adalah tubuh seseorang dan tanah yang dipijaknya. Kontak tegangan tinggi listrik – lebih dari 600 volt – terkadang menjadi tidak berefek ketika, misalnya seekor burung bertengger di atas kabel listrik tegangan tinggi. Hal ini disebabkan karena burung tersebut tidak cukup dekat ke tanah atau benda lain untuk melengkapi rangkaian titik kontak aliran listrik. Listrik memang tak sepenuhnya mematikan tergantung seberapa besar tegangan. Manusia mencoba mengenal listrik untuk kepentingan medis. Beberapa terapi menggunakan listrik untuk meredakan kondisi sakit pasien. Contohnya penggunaan alat kejut listrik pada penderita jantung, maupun terapi listrik pada penderita skizofrenia.
Terapi listrik adalah rangsangan elektrik yang bekerja untuk menangani beberapa jenis penyakit saraf dan kejiwaan. Selain dilakukan di rumah, penanganan ini juga dapat diterapkan melalui prosedur operasi. Terapi listrik untuk menangani rasa sakit telah diterapkan sejak zaman dulu, antara lain menggunakan sengatan listrik dari ikan. Pada pertengahan abad ke-18, mesin penghasil listrik statis mulai digunakan untuk menyebabkan nekrosis atau kematian jaringan dalam penghancuran tumor. Selain itu, juga dalam elektroakupunktur menggunakan jarum. Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan medis, kini terapi listrik juga banyak digunakan sebagai metode penanganan penyakit saraf dan gangguan kejiwaan. Penyakit saraf sendiri sering ditandai dengan berbagai gejala seperti nyeri punggung bagian bawah atau pun bagian atas, sakit saat bergerak, sakit kepala, hilang sensasi rasa atau sebaliknya menjadi sangat sensitif, hingga kesemutan. Dalam penanganan penyakit saraf, terapi ini bekerja dengan mengirimkan sinyal listrik dan menstimulasi saraf yang terganggu sehingga menghambat atau mengurangi rasa sakit. Namun, Terdapat banyak jenis penyakit saraf dengan beragam penyebab, sehingga tepat tidaknya terapi listrik untuk pasien perlu dikonsultasikan lebih dulu ke dokter.
Di bawah ini adalah beberapa jenis terapi listrik yang sering digunakan.
- Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
TENS adalah terapi listrik dengan menggunakan mesin bertenaga baterai dengan voltase rendah untuk meredakan rasa sakit. Mesin berukuran kecil ini mengantarkan sinyal listrik melalui dua elektroda ke saraf di mana rasa sakit atau nyeri terasa. Metode ini paling sering digunakan untuk menangani masalah tulang, otot, dan sendi seperti fibromyalgia, osteoartritis, sakit leher, dan sakit punggung bagian bawah. Diduga aliran listrik dari elektroda ini merangsang saraf mengirimkan sinyal ke otak untuk menghambat rasa sakit. Dugaan lain, listrik menstimulasi saraf untuk memproduksi endorfin atau pereda rasa sakit alami untuk menghambat persepsi terhadap rasa sakit. Metode terapi listrik TENS ini lebih efektif untuk mengobati fibromyalgia jika ditambah dengan olahraga.
- Percutaneous electrical nerve stimulation (PENS) atau elektroakupunktur
Metode ini menggabungkan cara Timur dan Barat menggunakan alat kecil yang mengantar sinyal listrik ke saraf melalui jarum akupunktur. PENS yang dikenal sebagai alternatif dari TENS ini merangsang saraf yang berhubungan dengan rasa sakit. Studi menemukan bahwa stimulasi saraf ini sama efektifnya dengan stimulasi titik akupuntur untuk meredakan rasa sakit, dan bahwa PENS lebih efektif dibanding TENS dalam meningkatkan kualitas tidur dan aktivitas fisik. Kombinasi PENS dengan pengobatan menggunakan etoricoxib juga efektif untuk mengurangi nyeri lutut kronis. Namun, hasil penelitian terhadap metode ini belum menunjukkan hasil yang konsisten.
- Deep Brain Stimulation (DBS)
Merupakan salah satu metode terapi listrik yang memerlukan tindakan operasi. Metode ini awalnya dimanfaatkan dalam pengobatan penyakit Parkinson, namun kini DBS juga digunakan untuk mengobati berbagai gangguan psikologis seperti depresi dan gangguan obsesif kompulsif (OCD).
- Repetitive transcranial magnetic stimulation (rTMS)
RTMS adalah singkatan dari repetitive transcranial magnetic stimulation yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik untuk mengirim sinyal listrik sebagai penghambat rasa sakit atau nyeri. Namun perawatan ini cenderung memerlukan lebih dari satu kali sesi untuk mendapatkan hasil maksimal. Untuk hasil yang lebih baik, pasien disarankan untuk mengikuti paduan terapi listrik dengan fisioterapi dan olahraga, serta menjalani gaya hidup sehat. Walaupun dapat memberi efek baik bagi beberapa orang, sejauh ini masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan potensi terapi listrik dalam menangani penyakit saraf secara pasti.