Interkoneksi Jaringan Listrik

Interkoneksi jaringan listrik, atau Sistem interkoneksi adalah suatu sistem tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pusat listrik yaitu Pembangkit dan beberapa gardu induk atau GI yang saling terhubung, atau Terinterkoneksi antara satu dengan yang lain melalui sebuah saluran Transmisi dan melayani beban yang ada pada semua gardu induk yang terhubung. Kata kunci nya adalah saling terhubung atau terinterkoneksi. Pada interkoneksi jaringan listrik, atau sebuah sistem interkoneksi yang terdiri dari sebuah PLTA, sebuah PLTU, sebuah PLTG, dan sebuah   PLTGU  serta 7 buah GI yang satu sama lain dihubungkan oleh saluran transmisi. Di setiap GI   terdapat beban berupa subsistem distribusi. Secara listrik, masing-masing subsistem distribusi  tidak  terhubung satu sama lain. Dalam sistem interkoneksi, semua pembangkit perlu  dikoordinir  agar dicapai biaya pembangkitan yang minimum, tentunya  dengan tetap memperhatikan mutu  serta  keandalan. Mutu dan  keandalan  penyediaan  tenaga listrik menyangkut frekuensi, tegangan, dan gangguan.

Demikian pula masalah penyaluran daya yang   juga perlu diamati dalam sistem interkoneksi agar tidak ada peralatan penyaluran (transmisi)   yang mengalami beban lebih. Sistem yang terisolir adalah sistem yang hanya mempunyai sebuah pusat listrik saja dan tidak ada interkoneksi antar pusat listrik serta tidak ada hubungan dengan jaringan umum (interkoneksi milik PLN). Sistem yang terisolir  misalnya    terdapat   di  industri  pengolah    kayu   yang   berada   di tengah hutan atau pada pengeboran minyak lepas pantai yang berada di tengah laut. Pada sistem yang terisolir umumnya digunakan PLTD atau PLTG. Pada Sistem yang terisolir, pembagian beban hanya dilakukan di antara unit-unit pembangkit di dalam satu pusat listrik sehingga tidak ada masalah penyaluran daya antar pusat listrik seperti halnya pada sistem interkoneksi. PLN juga mempunyai banyak sistem yang terisolir berupa sebuah PLTD dengan jaringan distribusi yang terbatas pada satu desa, yaitu pada daerah yang baru mengalami elektrifikasi. Operasi   pembangkitan,   baik   dalam   sistem   interkoneksi   maupun   dalam sistem   yang   terisolir,   memerlukan   perencanaan   pembangkitan   terlebih dahulu yang di antaranya adalah:

  • Perencanaan Operasi Unit-unit Pembangkit.
  • Penyediaan Bahan Bakar.
  • Koordinasi Pemeliharaan.
  • Penyediaan Suku Cadang.
  • Dan lain-lain.

Untuk pemeliharaan dalam jaringan listrik interkoneksi, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa dalam sistem interkoneksi bisa terdapat puluhan unit pembangkit dan  juga puluhan peralatan transmisi seperti transformator dan pemutus tenaga (PMT). Semua unit pembangkit dan peralatan ini memerlukan pemeliharaan dengan mengacu kepada petunjuk pabrik. Tujuan pemeliharaan Unit Pembangkit dan Transformator adalah: Mempertahankan efisiensi, Mempertahankan keandalan, dan Mempertahankan umur ekonomis. Pemeliharaan unit-unit pembangkit perlu dikoordinasikan agar petunjuk pemeliharaan pabrik dipenuhi namun daya pembangkitan sistem yang tersedia masih cukup untuk melayani beban yang diperkirakan.

Rencana pemerintah untuk meningkatan kesejahteraan rakyat melalui industrialisasi tampaknya merupakan suatu rencana yang patut didukung oleh semua pihak. Berbagai investasi dalam bidang industri pada saat ini telah banyak dilakukan, diantaranya Interkoneksi dan Transmisi Tenaga listrik.  Pembangunan dalam sektor industri pada saat ini, sebenarnya merupakan kelanjutan pembangunan dari sektor-sektor lainnya yang telah dilakukan pada PJP I yang lalu. Pada PJP II ini pembangunan sektor industri diarahkan untuk menuju kepada kemandirian perekonomian nasional, meningkatkan kemampuan bersaing dan menaikkan pangsa pasar baik pangsa pasar dalam negeri maupun pangsa pasar luar negeri. Untuk dapat melakukan pembangunan sektor industri, masalah tenaga listrik merupakan salah satu faktor penentu yang harus diperhatikan dengan cermat. Kenaikan penyediaan tenaga listrik (daya terpasang kumulatif) sejak awal Pelita I sampai dengan akhir PJP I yang lalu, tampaknya merupakan indikasi keseriusan pemerintah untuk melakukan pembangunan sektor industri,

Pengembangan sistem jaringan terpadu meliputi sistem interkoneksi pusat-pusat pembangkit tenaga listrik yang ada serta membangun sistem transmisi dari pusat pembangkit ke gardu induk. Pada saat ini interkoneksi di Indonesia baru dilaksanakan di Pulau Jawa, yaitu dengan sistem tegangan tinggi (75 kV dan 150 kV) serta tegangan ekstra tinggi (500 kV) yang menghubungkan beberapa PLTA dan PLTU yang terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu antara pusat pembangkit di Suralaya, Saguling, Semarang, Gresik dan Paiton. Sedangkan sistem distribusi (penyaluran) di Indonesia saat ini menggunakan tegangan 20 kV untuk primer dan 220/380 V untuk sekunder dengan frekuensi 50 Hz. Tujuan dari sistem interkoneksi dan transmisi secara terpadu ini antara lain untuk meningkatkan kemampuan suplai tenaga listrik, agar pada saat terjadi gangguan pada salah satu pusat pembangkit tidak terlalu berpengaruh pada konsumen. Sebagai contoh gangguan adalah pada PLTA yang sangat dipengaruhi oleh debit air, tandon air, limpahan dan daya muatnya. Sedangkan pada PLTU gangguan dapat berasal dari efisiensi kerja ketel uap, turbin dan sistem peralatan lainnya. Sistem interkoneksi dan transmisi tersebut sering pula dinamakan dengan sistem Saluran Udara Tegangan (Ekstra) Tinggi yang sering disingkat dengan SUTET.

Sistem interkoneksi dan transmisi tersebut saat ini memang harus dilakukan agar sistem jaringan terpadu dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga listrik dapat dicapai. Namun dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang masalah keselamatan kerja dan keselamatan lingkungan, maka masalah interkoneksi dan transmisi (SUTET) dengan tegangan tinggi atau ekstra tinggi menjadi suatu persoalan yang harus diperhatikan dengan cermat apabila jaringan tegangan tinggi tersebut melewati daerah permukiman. Interkoneksi jaringan listrik adalah salah satu alternatif dalam penyuplai listrik untuk negara.

 

Leave a comment